Belajar
daring atau dalam jaringan telah banyak dilaksanakan oleh berbagai lembaga dan
tingkat pendidikan semenjak penyebaran Virus Corona
atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) atau COVID-19 yang menyebabkan gangguan
ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga
kematian. Kegiatan perkuliahan pun tentunya ikut terdampak oleh kondisi
penyebaran COVID-19 yang membuat suasana belajar menjadi tidak kondusif dan perlu dilakukan dari rumah
melalui media berbasis internet untuk mencegah penularan dan penyebaran
COVID-19. Proses perkuliahan daring ini
berlangsung hingga akhir semester dan tidak menutup kemungkinan bahwa kuliah
dari rumah akan terus dilaksanakan pada tahun 2021 mendatang.
Kira-kira
apa saja yang menjadi dilema bagi mereka yang menjalani perkuliahan daring ini?
Akankah metode pembelajaran dari rumah yang berbasis internet memberikan dampak
yang lebih baik dibandingkan perkuliahan yang dilakukan secara luring atau
tatap muka di kelas? Hal ini tentunya masih menuai pro dan kontra, mengingat banyak sekali
hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan belajar dari rumah.
1.
Kuliah
daring memerlukan fasilitas yang memadai dan mendukung
Meskipun tidak menggunakan
fasilitas dari kampus seperti ruang kelas, kursi, proyektor, dan lain-lain,
perkuliahan daring tetap memerlukan fasilitas-fasilitas penting seperti
jaringan internet yang stabil, kuota internet yang mencukupi, aliran listrik, lokasi
yang kondusif dan tenang untuk belajar, dan perangkat yang mendukung. Banyak
sekali kita temui mahasiswa atau mahasiswi yang harus ke lokasi dataran tinggi
untuk mendapatkan jaringan yang stabil. Selain itu, media-media daring seperti
aplikasi zoom, google meet, webex yang
seringkali digunakan dosen dan mahasiswa untuk melakukan perkuliahan
membutuhkan kuota yang cukup besar dan perangkat yang memadai.
Aplikasi zoom contohnya,
dikutip dari laman web zoom, perangkat android yang didukung adalah dengan sistem
operasi Android 5.0x atau lebih baru, untuk iOS minimal menggunakan sistem
operasi iOS 8.0 atau lebih baru. Kita memahami bahwa perangkat yang digunakan
memiliki perananan yang sangat penting bagi keberlangsungan perkuliahan agar
kualitas video atau media yang ditampilkan lebih jelas dan kualitas audio
terdengar dengan jernih.
2.
Kuliah
daring bukan hanya tentang presensi dan instruksi
Perkuliahan daring tentunya
tidak akan berjalan dengan baik apabila
tidak ada sinergi antara dosen dan mahasiswa. Di satu sisi, ada beberapa
mahasiswa yang hanya mengikuti perkuliahan untuk sekedar mengisi absensi saja.
Dan disisi lain ada beberapa dosen yang hanya memberikan instruksi untuk
mengerjakan tugas sehingga melupakan mengenai pendalaman materi yang tentunya memerlukan
bantuan dan bimbingan dari dosen. Apalagi jika banyak partisipan yang mangkir,
kuliah daring yang diharapkan “mempermudah” proses perkuliahan bisa saja
menghambat proses perkuliahan itu sendiri jika hal ini terus-menerus terjadi.
3.
Kuliah
daring rentan plagiarisme dan perilaku tidak jujur
Perkembangan
internet banyak sekali membawa dampak positif dan negative bagi penggunanya,
salah satunya dalam hal penjiplakan karya cipta. Perkuliahan daring sangat
rentan dengan plagiarism dan perilaku tidak jujur, contohnya pada saat
perkuliahan menggunakan media aplikasi WhatsApp, banyak sekali mahasiswa yang
mengikuti perkuliahan sambil bermain game ataupun kembali tidur dan bangun saat
mendengar suara notifikasi dari grup WhatsApp dan bertindak seolah-olah mereka
memperhatikan perkuliahan hingga akhir.
Selain itu,
dengan menumpuknya tugas-tugas dengan batas waktu yang sangat singkat, tidak
sedikit mahasiswa yang menggunakan jalan pintas dalam mengerjakan tugas dengan
cara melakukan copy-paste dari
berbagai sumber di internet agar dapat mengumpulkan tugas tepat waktu.
Dihadapkan
dengan tiga poin di atas, apakah kita sudah benar-benar siap untuk terus
melakukan kuliah secara daring? Ini kembali lagi kepada diri kita sendiri untuk
mampu menggunakan media pembelajaran dan menjalani kuliah daring dengan bijak.