Sabtu, 07 November 2020

CREATIVE WRITING PRACTICE MID TEST

No comments    

 Name: Nitana Talia (https://www.kompasiana.com/nitanatalia) 

Student Number:A1B218091

Class: R-003


Bunda dan Usia

 

Bunda,

Remang di sudut kamar, ananda diselimuti pilu

Dulu helai-helai itu masih hitam dan pekat

Tergerai indah bak sutera

Dulu jari-jemari itu masih cakap menari dengan jarum dan benang

 

Ananda pilu,

Engkau kian renta

Banyak asa yang tak kunjung nyata

Banyak bahagia yang belum dibawa

 

Bunda,

Kini sepasang kaki itu mulai tak kuat menopang lelah

Sepasang mata indahmu juga mulai sayu

 

Engkau masih saja lembut dan penuh kasih

Kala sendiri, engkau simpan lukamu dalam-dalam

Kala hatimu resah, senyum itu masih kau suguhkan

 

Semoga engkau tidak lagi menyeka keringat

Pun mengelap air mata

Semoga senyum terus bermekaran diwajahmu

 

Bunda,

Selamat ulang tahun.

 

 

Fallen petals

 

They atracted on your violet

It’s beautiful, they said

Sometimes you’re white

or yellow as a sunshine

 

How can you pretend to be nice

Hiding under  all of your colors

Trying to attract me with your charm

 

You talk to the wind

“let my petals fly away”

To the ground

Or to the air

Let her pick me

 

It’s  getting windy,

and i’m trying to cover my body

how can i turn my face?

When you dressed well like an angel

I’m trying to cacth,

But all i got is just this poisonous petals

 

Oh, Aconitum

I swear, i’ll heal you

But let me know,

do you (really) want to grow with me too?

 

 

 

Sepeda  Usang

 

Ku kayuh pedal sepeda ku,

Hatiku terus berdebar

10km berbatu,

Separuh jalan tandus,

Dan beantara berlumpur,

 jadi satu.

 

Debu jalanan  menyerang kedua bola mata ku

Aku sama sekali tidak menggerutu

Sesekali rantai sepedaku lepas,

Aku hanya tersenyum dan memperbaikinya.

Yang aku ingat hanya sepasang wajah yang terus menumpukan harapnya padaku.

 

 kedua roda nya mulai mengeluh saat terkena bebatuan kecil.

Peluh terus berjutahan pada kerah bajuku

Tanpa keluh, aku memelankan kayuhku.

 

Dalam hati, aku terus berharap

Sang saka belum dikibarkan saat aku tiba di sekolah

 

Sepedaku telah usang sekarang,

Beberapa bagian juga sudah berkarat

Tapi ceritanya masih hangat,

untuk dikenang

dan untuk diabadikan.



Najmi

 

Malam semakin larut,

Dua cangkir cappucino masih tersisa setengah

Bagaimana bisa mengobrol denganmu begitu mengasyikkan?

Padahal, kita baru saja bertemu kemarin

Hingga berjam-jam telah berlalu

 

Bagaimana bisa aku baru saja mengenalmu?

Orang dengan selera humor yang sama

Dan orang dengan keras kepala yang sama.

 

Semuanya membuatku sangat nyaman,

Caramu memperlakukan ku,

Caramu menatapku,

Dan juga caramu tersenyum.

 

Aku mulai berdebar setiap kali telepon ku berdering

Berharap yang ku dengar adalah suaramu.

 

Hingga saat nya, aku dan kamu menjadi kita

Lalu dipisahkan oleh jarak.

Rindu-rindu mulai menumpuk

Dan doa-doa mulai bekerja.

 

Dari kejauhan,

Aku selalu mendambakan kita kembali ke tempat itu,

mengobrol dengan dua cangkir cappuccino dingin di depan kita (lagi)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Sabtu, 24 Oktober 2020

Liburan Gratis Keliling Sumatera Barat, Kok Bisa?

No comments    

Name: Nitana Talia

Student Number: A1B218091

Class: R-003

Creative Writing Practice - 4th Assignment




Hi fellas! Kalian pasti sudah tidak asing dengan istilah "hobi yang dibayar". Pekerjaan yang menyenangkan dan memuaskan adalah disaat pekerjaan tersebut merupakan hal yang sangat kita sukai atau kita gemari. Aku senang sekali mengunjungi destinasi-destinasi wisata terutama wisata alam. Kali ini, Aku mengunjungi provinsi Sumatera Barat untuk kesekian kalinya. Namun, dengan suasana yang berbeda karena kami akan memandu 110 karyawan salah satu bank BUMN  Cabang Jambi untuk mengunjungi beberapa destinasi wisata yang ada di Sumatera Barat selama dua hari tiga malam.

Perjalanan dimulai dari  Kota Jambi dan kami membagi peserta tour kedalam 3 rombungan bus pariwisata. Perjalanan memakan waktu kurang lebih 12 jam dari Kota Jambi menuju Whiz Prime Hotel Khatib Sulaiman di Kota Padang, sebagai pemandu wisata aku bertugas menjelaskan setiap hal mengenai destinasi tujuan kami menggunakan alat pengeras suara atau  mikrofon yang telah disediakan di dalam bus. Ini cukup menyenangkan karena aku dapat melatih kemampuan berbicara didepan umum atau public speaking.

Hari pertama di kota Padang, kami memulai dengan mengunjungi ABG Waterpark yang merupakan sebuah kolam pemandian yang berlokasi di Kota Padang. Suasana yang disuguhkan sangat menyejukkan karena pengunjung dapat menikmati hamparan dataran tinggi hijau di sekeliling ABG Waterpark, selain itu juga tersedia fasilitas live music, treadmill, dan masih banyak lagi. Setalah sarapan dan mengkondisikan peserta tour, kami melakukan permainan luar ruangan atau outdoor games  di lapangan di sebelah kolam ABG Waterpark. Permainan yang dimainkan oleh peserta tour ini merupakan permainan memindahkan air dan mengeluarkan bola dari pipa besar yang dapat meningkatkan kerjasama tim dan membuat hubungan antar peserta semakin erat karena mereka harus bekerjasama untuk memenangkan permainan.


Oh iya, kalau berkunjung ke Padang, korang afdhol rasanya jika tidak berkunjung ke Taplau! Jadi setelah bermain ria bersama peserta tour kami melanjutkan perjalanan ke Taplau. "Perhatian kepada peserta tour, sebentar lagi kita akan sampai pada Pantai Padang. Disana, kita akan menikmati sunset dan berfoto-foto di Monumen Merpati Perdamaian" begitulah kira-kira ketika aku menginstruksikan agar peserta tour bersiap-siap untuk turun dari bus. Suasana sore hari di taplau benar-benar menenangkan pikiran yang awalnya terasa lelah, suara ombak yang silih berganti menyapu pinggiran pantai dan matahari yang perlahan terbenam membuat kami betah berlama-lama duduk dipinggiran pantai sambil menikmati air kelapa muda yang banyak di jual dipinggir pantai. 

Hari terakhir di kota padang, kami berkunjung ke Masjid Raya yang masjid terbesar di Sumatra Barat yang terletak di Jalan Chatib Sulaiman, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang dan juga berkunjung ke Bukittinggi.

Masjid Raya memiliki design arsitektur yang sangat indah dan menarik, masjid ini juga merupakan salah satu ikon kota padang. Masjid Raya Sumatra Barat menampilkan arsitektur modern yang tak identik dengan kubah. Atap bangunan menggambarkan bentuk bentangan kain yang digunakan untuk mengusung batu Hajar Aswad. Pekarangan masjid sangat luas, bersih dan asri. Aku dan rekanku, Kak Maya juga menyempatkan untuk mengambil beberapa foto untuk diabadikan di depan Masjid Raya ini. Oh iya, orang-orang dibelakang kami merupakan beberapa peserta rour yang tidak sengaja ikut tertangkap kamera, hehe. Selanjutnya, kami menuju bukit tinggi untuk mengunjungi pusat oleh-oleh dan Jam Gadang. Mesin yang digunakan untuk Jam Gadang yang bernama Brixlion adalah mesin penggerak manual yang dibuat oleh Bernard Vortmann yakni salah satu bangsawan Amerika Serikat. Brixlion hanya ada dua di dunia yakni hanya digunakan di Big Ben London dan Jam Gadang Bukittinggi. 


Pokoknya setelah pulang dari berkaryawisata di Kota Padang, banyak sekali deh pengetahuan dan wawasan baru yang aku dapatkan. Sepertinya aku akan segera kembali kesini dalam waktu dekat karena gagal move on! hehe.







Minggu, 04 Oktober 2020

Film critique: Tres Metros Sobre el Cielo

No comments    

Full Name: Nitana Talia
Student Number: A1B218091
3rd Asignment


Tres Metros Sobre el Cielo is a film directed by Luca Lucini, based on the novel by Federico Moccia. It was released in cinemas in Italy on 12 March 2004. This film tells the story of a man named Hache played by Mario Casas and Babi played by María Valverde who have a quite complicated relationship because they have very different backgrounds in life. I still remember watching this film when I was in the 2nd grade of high school in 2016, and I discovered this film 12 years after this film was released.

 

Tres Metros Sobre el Cielo or 3MSC, which means "Three Steps Over Heaven", is a Spanish-language film so subtitles are needed in English so that the audience can understand this film. However, until now it is very difficult to find the subtitles for this film because this film on various official sites is quite old. Besides that, in my opinion this film is very focused on their fights and sexual life which is completely monotonous so that I sometimes feel bored for certain scenes. The sound effect used when Babi fights Daniela is exaggerated and does not match the movements when they hit each other and the punches that are given don't look so real and made up.

Another thing about this film that I really regret is some moral messages that can be misinterpreted because this film shows that Babi and Hache have promiscuity, fight, and leave their parents for their relationship which is truly unhealthy or known as " Toxic Relationship "until the end of the story without any stages or film elements. In simple terms, the plot has several stages, starting from introduction, conflict, complication (complexity), climax, breakdown, to completion. I feel that there is no clear completion in the film, this is certainly a stepping stone for film producers to make viewers curious and look forward to the second season of the film.

Even so, I really enjoyed the film because there were several moral messages that I could conclude and I also experienced a little culture shock when I watched the film which seemed "free".



Minggu, 27 September 2020

Dilema Kuliah Daring dari Rumah, Efektif atau Sebaliknya?

No comments    

 

Belajar daring atau dalam jaringan telah banyak dilaksanakan oleh berbagai lembaga dan tingkat pendidikan semenjak penyebaran Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) atau COVID-19 yang menyebabkan gangguan ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru-paru yang berat, hingga kematian. Kegiatan perkuliahan pun tentunya ikut terdampak oleh kondisi penyebaran COVID-19 yang membuat suasana belajar menjadi tidak  kondusif dan perlu dilakukan dari rumah melalui media berbasis internet untuk mencegah penularan dan penyebaran COVID-19.  Proses perkuliahan daring ini berlangsung hingga akhir semester dan tidak menutup kemungkinan bahwa kuliah dari rumah akan terus dilaksanakan pada tahun 2021 mendatang.

Kira-kira apa saja yang menjadi dilema bagi mereka yang menjalani perkuliahan daring ini? Akankah metode pembelajaran dari rumah yang berbasis internet memberikan dampak yang lebih baik dibandingkan perkuliahan yang dilakukan secara luring atau tatap muka di kelas? Hal ini tentunya masih menuai pro dan kontra, mengingat banyak sekali hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan belajar dari rumah.

1.      Kuliah daring memerlukan fasilitas yang memadai dan mendukung

Meskipun tidak menggunakan fasilitas dari kampus seperti ruang kelas, kursi, proyektor, dan lain-lain, perkuliahan daring tetap memerlukan fasilitas-fasilitas penting seperti jaringan internet yang stabil, kuota internet yang mencukupi, aliran listrik, lokasi yang kondusif dan tenang untuk belajar, dan perangkat yang mendukung. Banyak sekali kita temui mahasiswa atau mahasiswi yang harus ke lokasi dataran tinggi untuk mendapatkan jaringan yang stabil. Selain itu, media-media daring seperti aplikasi zoom, google meet, webex yang seringkali digunakan dosen dan mahasiswa untuk melakukan perkuliahan membutuhkan kuota yang cukup besar dan perangkat yang memadai.

Aplikasi zoom contohnya, dikutip dari laman web zoom, perangkat android yang didukung adalah dengan sistem operasi Android 5.0x atau lebih baru, untuk iOS minimal menggunakan sistem operasi iOS 8.0 atau lebih baru. Kita memahami bahwa perangkat yang digunakan memiliki perananan yang sangat penting bagi keberlangsungan perkuliahan agar kualitas video atau media yang ditampilkan lebih jelas dan kualitas audio terdengar dengan jernih.

 

2.      Kuliah daring bukan hanya tentang presensi dan instruksi

Perkuliahan daring tentunya tidak akan  berjalan dengan baik apabila tidak ada sinergi antara dosen dan mahasiswa. Di satu sisi, ada beberapa mahasiswa yang hanya mengikuti perkuliahan untuk sekedar mengisi absensi saja. Dan disisi lain ada beberapa dosen yang hanya memberikan instruksi untuk mengerjakan tugas sehingga melupakan mengenai pendalaman materi yang tentunya memerlukan bantuan dan bimbingan dari dosen. Apalagi jika banyak partisipan yang mangkir, kuliah daring yang diharapkan “mempermudah” proses perkuliahan bisa saja menghambat proses perkuliahan itu sendiri jika hal ini terus-menerus terjadi.

 

3.      Kuliah daring rentan plagiarisme dan perilaku tidak jujur

Perkembangan internet banyak sekali membawa dampak positif dan negative bagi penggunanya, salah satunya dalam hal penjiplakan karya cipta. Perkuliahan daring sangat rentan dengan plagiarism dan perilaku tidak jujur, contohnya pada saat perkuliahan menggunakan media aplikasi WhatsApp, banyak sekali mahasiswa yang mengikuti perkuliahan sambil bermain game ataupun kembali tidur dan bangun saat mendengar suara notifikasi dari grup WhatsApp dan bertindak seolah-olah mereka memperhatikan perkuliahan hingga akhir.

Selain itu, dengan menumpuknya tugas-tugas dengan batas waktu yang sangat singkat, tidak sedikit mahasiswa yang menggunakan jalan pintas dalam mengerjakan tugas dengan cara melakukan copy-paste dari berbagai sumber di internet agar dapat mengumpulkan tugas tepat waktu.

Dihadapkan dengan tiga poin di atas, apakah kita sudah benar-benar siap untuk terus melakukan kuliah secara daring? Ini kembali lagi kepada diri kita sendiri untuk mampu menggunakan media pembelajaran dan menjalani kuliah daring dengan bijak.

 

 

Rabu, 18 Maret 2020

One Person with Various Languages, Why Not?

No comments    

second language is a language that a person learns in addition to their first language. A second language may be learned in a formal or informal way, such as at school or in a family. A person may speak two or more second languages (wikipedia.com). Language Statistics 2019 that has been prepared by Center for Educational and Cultural Data and Statistics, Secretariat General, Ministry of Education and Culture, the number of local languages in Indonesia is 668 (verified and the latest according to dialectology) and the accumulation of language distribution by province is 750 (verified and the latest according to sociolinguistics) which means, besides learning Indonesian, Indonesian citizens also use and understand one or more regional languages (multilingalism). I’ve learned some languages from another country such as English, Japanesse, Arabic. In addition, I also speak some of the local languages in Indonesia such as the Minang language, Jambi language or languages from some villages in Kerinci Regency, Jambi Province such as Koto Iman, Cupak, Seleman, Siulak, and there are many more village languages in Kerinci Regency that I understand and i able to speak. In gaining the ability to use these languages, of course there are various ways, reasons and many things that I went through.
First of all, I will discuss the process and purposes of getting  language besides English in general, because I will focus on acquiring English as a second language.  In acquire Japanese language skills, I studied it formally while in high school. I learned about the Japanese alphabet (hiragana, Katakana, and Kanji), vocabulary and meanings, particles, how to form sentences, and so that I can communicate using Japanese in a basic way.
I learned Arabic from childhood, but only read. As a Muslim, I study Arabic letters or Hijâiyyah then Iqro (اقرأ) or the type of book used by the Muslim community in Indonesia aims to learn the basic understanding of Arabic letters and their pronunciation so that I can read the Qur’an. Moreover, I gained formal Arabic skills while at Islamic Middle School or Madrasah Tsanawiyah where we learned many Islamic-based lessons including Arabic through our teacher.
For local languages, I learn Minang language indirectly and informally. During high school, I went to SMAN 4 Kota Sungai Penuh located in Sungai Penuh city of Jambi province, although the school and the city of Sungai Penuh is in the middle of the Kerinci district, the majority of the people are Minangkabau descendants. Many of my school friends communicate using the Minang language and indirectly I can speak Minang and communicate with them because I often engage in their interactions. In addition, in the Sungai Penuh traditional market, people usually use the Minang language to transact and bargain so I do the same thing and get used to it. For the language of jambi, I am used to hearing  people in schools who do not speak Minang using Jambi language because Kerinci is a regency in Jambi province so that many people understand and can speak Jambi. Another interesting thing is obtaining village languages in Kerinci Regency. Based on the fact that there are approximately 130 dialects or languages in the Kerinci Regency, each village has a different dialect and language spoken. I learned it from daily interactions with people around especially for the language of the village of Koto Iman, which is the village of my birth. I got other village languages when I went to junior high school which is located in Seleman village where there are students from other villages such as Cupak, Tebing Tinggi, Pendung Talang Genting, and many more also go to school there. In addition, I also learn other languages indirectly when listening to Tale Kincay or Kerinci's distinctive songs and also when transacting at Balai Hiang which is a meeting place between sellers and buyers from various villages in the Sitinjau Laut district in Kerinci district or nearby.
English in Indonesia is defined as a foreign language but has a very important influence on school students, students, job seekers and professionals. The proof, English is determined as a compulsory subject at the junior high and high school levels; even tested in national examinations. Scholars also need it because the majority of graduate schools require the TOEFL (Test of English as Foreign Language). I became interested and learned English while listening to a song called "Big-Big World (1999)" sung by Emilia Rydberg when I was around 4 years old. The song became one of my favorite songs, I tried to sing the lyrics of the song even though I didn't know what the singer was saying. As I began to enter the first grade of elementary school, I studied English formally until I graduated from high school. In addition, during the second grade of high school, my teammates and I submitted a proposal to the headmaster and the supervisor of an intra-school student organization to form an English Club organization at our school. We apply "English zone" which applies when we are in the language laboratory room. It all started when I became one of the candidates for the High School English Debate Competition in the Sungai Penuh City level. I and two other friends got English training from our English teacher so that our English skills especially in speakin can be improved.I was chosen as the first best speaker at the competition so that I could continue to Jambi Provincial Level and win 3rd place. There, I learned English from a senior teacher and gained a lot of new vocabulary while participating in and watching the debate competition.
The role of English-based organizations is also the thing that makes it easier for me to gain English language skills. I became the chairperson of the SUPENCIFEL (Sungai Penuh  Kerinci Fun English Learning) organization, we gathered people from various backgrounds to learn English for free. We can practice English skills directly, starting from discussions, telling stories, watching movies without subtittle, rewriting recorded English that we hear, and much more. At the organization, we also learned a lot from the founder of our organization who is very proficient in English, we prioritize the practice so that we can apply our language skills effectively. In 2018, I entered the English education departement in the Faculty of Teacher Training and Education at the University of Jambi. I got considerably of English-specific material and able to speak English in academic or formal situations such as orations, giving presentations, writing fiction and non-fiction and more.
Generally, I obtained a language other than my native language through formal institutions, indirectly, and also informally. I understand and able to use languages from other countries such as Japanese, Arabic and English. In addition, I am also able to communicate using several regional languages in Indonesia.

Note: This essay is the original work of a blog writer, Nita Natalia as a Second Language Acquisition course assignment. Please  include the source if you want to use this article.